Analisis Puisi Arab

NASKAH SYI’R
التغـرّب
للإمام الشافعي

 ما في المقام لذي عقل وذي أدب # من راحة فدع الأوطان واغترب
 سافر تجد عوضا عمن تفارقه # وانصب فإن لذيذ العيش في النصب
 إني رأيت وقوف الماء يفسده # إن ساح طاب وإن لم يجر لم يطب
 والأسد لولا فراق الغاب ما افترست # والسهم لولا فراق القوس لم يصب
 والشمس لو وقفت في الفلك دائمة # لملها الناس من عجم ومن عرب
 والتبر كالترب ملقى في أماكنه # والعود في أرضه نوع من الحطب
 فإن تغــــرب هذا عــزّ مطلبه # وإن تغـــرب ذاك عـــزّ كا لذهــب

المفردات
المقام : المنزل أدب : رياضة النفس بالتعليم والتهذيب
راحة : ضد التعب اغترب : نزح عن البلد والوطن
العوض : البدل. انصب : اتعب. النصب : التعب.
ساح : سال. افترست : اصطادت. القوس : ما يرمى به عن القوس.
لم يصب : تجاوزه. ملها : سئمها وضجرها. العرب : سوى العرب.
العرب : سامية الأصل والجمع أعرب، عرب.
التبر : فتات الذهب أو الفضة قبل أن يصاغا. الوحدة : تبرة.
التراب : ما نعم من الأرض وما تذروه الرياح بعد جفافها. الجمع : أتربة.
العود : عود البخر. عز: قوي . الذهب : معجن نفيس.


PEMBAHASAN
Jika puisi adalah pancaran jiwa yang melahirkan pesan tentang nilai-nilai, maka “attagharrub” karya Imam Syafi’iy penuh dengan nilai-nilai yang diagungkan pada zamannya, baik melalui pemaknaan bait-baitnya, pilihan kata maupun kerangka berfikir yang dibangunnya lewat simbol-simbol yang menjaring pembaca untuk mengikutinya.
Tela’ah terhadap qashidah Imam Syafi’iy “attagharrub” ini menganut teori Joezef Hasyim melalui unsur-unsur ‘aqly, khayaly, ‘athify dan fanny yang dipadukan dengan teori struktural Sangidu (2003) melalui tema dan bangunan; daya bayang dan daya imajinasi; diksi atau pilihan kata dengan sentuhan makna dan pilihan kata dengan sentuhan bunyi atau rima dan irama.

1. Unsur ‘Aqly ( Tema Dan Bangunan)

Tidak terlalu sulit membaca latar belakang kehidupan Imam Syafi’iy lewat karya sastranya. Meski dikatakan “suka berkelana” pada zamannya, budaya asing yang jauh berbeda belum mempengaruhi kehidupannya. Dia masih lestari dengan bahasa Arab dan budaya Islam yang murni. Dia hidup di abad 8/9 Masehi (767M – 820M), di masa dinasti Abbasiyyah yang “meriah” dengan kegiatan mencari ilmu, dan untuk itu para khalifah menyediakan fasilitas yang cukup. Tema ajakan bersakit-sakit merantau mencari ilmu jelas tergambar pada setiap bait “attagharrub” meski dia tidak menyebutkan satu patah katapun tentang ilmu di dalamnya.

Qashi:dah Imam Syafi’iy, “attagharrub” tersebut di atas dibangun dalam 7 bait, dengan mathla’nya yang berbunyi:

مافي المقام لذي عقل وذي أدب من راحة فدع الاوطان واغترب

Dua pesan inti disampaikan melalui bait 1 dan 2, sedangkan 5 bait sesudahnya merupakan argumentasi pendukung. Dua pesan inti tersebut, pertama, bahwasanya merantau mencari ilmu seharusnya dilakukan oleh seseorang yang ingin jadi terpelajar. Kedua, kelezatan rohani bukan pada hidup santai, tetapi bersakit-sakit dalam merantau mencari ilmu. Lima bait sesudahnya, yaitu bait 3 -7 dibangun dengan menghadirkan kasus-kasus air, harimau, anak panah, matahari,biji emas dan kayu cendana yang merupakan dalil rasional agar pembaca terpengaruh oleh pesan inti atau gagasan utama.

Memperhatikan bait 1 dan 2, terlihat tiga kalam khabar (deklaratif) dan tiga kalam insya’ (direktif) yang jika disusun dan diberi simbol a pada kalam khabar dan b pada kalam insya’ akan berkode: a1b1 pada bait 1, dan b2a2-b3a3 pada bait 2. Kata sambung فاء pada pasangan pertama dan ketiga: فإن لذيذ العيش ، فدع الأوطان, begitu juga pada jawab thalab :سافر تجد pada pasangan kedua menunjukkan ikatan yang kuat pada pasangan-pasangan tersebut, sehingga membentuk totalitas yang sempurna (ittihâdun tâmmun).

Totalitas tersebut juga terlihat pada bait 3-6 yang seluruhnya diikat oleh kata sambung wau dan diakhiri dengan bait ke7 yang merupakan pesona akhir atau barâatul ikhtitâm yang punya ikatan dengan bait-bait sebelumnya melalui kata sambung fa’ pada: فإن تغرّب هذا.... .

2. Unsur Khayaly Dan ‘Athify ( Daya Bayang Dan Imajinasi)

Upaya penyair menjaring pesona pembaca terhadap pesan yang dikemukakan dalam qashidah “attagharrub” tersebut antara lain dengan variasi bentuk perbandingan atau tasybih. Tampilnya bentuk-bentuk perbandingan seperti itulah yang dimaksud sebagai unsur khayaly atau daya bayang dalam pembahasan ini. Unsur khayaly menggiring daya khayal pembacanya melayang-layang dari satu medan ke medan lainnya, yaitu ke enam perbandingan (air, harimau, anak panah, matahari, biji emas dan kayu cendana), tetapi bergerak tetap dari poros utamanya, yaitu dua pesan inti yang terdapat pada bait 1 dan 2 tersebut di atas.

Unsur ‘athify atau daya imajinasi merupakan kemahiran penyair menampilkan keenam illustrasi tersebut yang bertugas mengejawantah-kan daya khayal menjadi kenyataan yang bisa diterima.

3. Unsur Fanny( Diksi, Rima Dan Irama)

Puisi atau qashidah Imam Syafi’iy “attagharrub” di atas masuk dalam kategori puisi lama, karena diikat oleh irama yang sama (bahr basith) dan bunyi akhir (qafiyah) yang tetap yaitu ba’ pada seluruh baitnya.

Wazn (irama) yang sama pada: ذي عقل-ذي أدب(bait1), ساح-طاب، لم يجر-لم يطب (bait 3), الأسد-الأرض، السهم-القوس (bait4), عجم-عرب (bait 5) membentuk pasangan kata yang enak didengar pada bait-bait tersebut. Begitu juga pada pasangan التبر- الترب yang dalam kesusastraan Arab biasa disebut jinas ghairuttam.

TERJEMAHAN

Setelah dilakukan tela’ah terhadap qashidah “attagharrub” karya Imam Syafi’iy dalam berbagai unsurnya, didapatkan hasil terjemahan akhir puisi tersebut ke dalam bahasa Indonesia sebagai berikut.

Merantau
Karya Imam Assyafi’iy
(1)
Menetap di tempat
Bukan hal yang menyenangkan
Bagi dia yang berakal dan punya semangat belajar
Maka tinggalkan tanah airmu dan merantaulah !

(2)
Pergilah, akan kau dapatkan ganti dari yang kau tinggalkan
Dan bersakit-sakitlah,
Sesungguhnya lezatnya hidup dalam bersakit-sakit.

(3)
Sungguh kulihat,
Mandegnya air merusakkannya
Bening dan segar ia,
Jika mengalir.

(4)
Singa tak menerkam mangsanya,
Kalau ia tetap di sarangnya.
Dan anak panah tak mengenai sasarannya,
kalau tak lepas dari busurnya

(5)
Matahari,
Andaikan tetap saja di tempatnya
Pasti jemu orang Arab maupun ajam.

(6)
Mengembara,
Mulia, banyak dicari.
Mengembara,
berharga seperti emas.

E. Kesimpulan dan Komentar

Pluralisme dalam tasybih atau perbandingan yang dikemukakan penyair dalam qashi:dah atau puisi “attagharrub” karya Imam Syafi’iy di atas memberi kemungkinan memperluas nuansa dan mempermudah pemahaman bagi pembacanya dalam berbagai situasi dan kondisi.

Tetapi satu hal yang tidak lazim adalah mengaitkan kata الشمس dengan عجم-عرب. Mungkin akan lebih manis didengar dan dirasakan, andaikan dua kata terakhir tanpa mengubah irama diganti dengan شرق-غرب, karena matahari dalam sehari-hari lebih lazim berhubungan dengan kata timur dan barat dari pada arab dan ajam.

Sebagai seorang faqi:h (ahli fiqh), penyair, dalam puisi ini, mengajak pembaca berfikir runtut dan rasional, tidak berbelit-belit. Oleh karena itu, puisi “attagharrub” ini mudah difahami.

Refr. A. Fuad E

2 komentar:

selvia mengatakan...

bleh nanya.?

Bang Yoes mengatakan...

@shiel vhiea nanya apa?

Posting Komentar

Postingan Populer

 
 
 
Blue Wings - Handwriting
 
Copyright © GAPURA NEWS